Memiliki apartemen kini bukan lagi karena kebutuhan, karena ingin dekat dengan kantor atau tidak ada pilihan lain. Memiliki apartemen kini sudah menjadi life style generasi milenial. Meskioun banyak yang sudah menawarkan apartemen di kawasan elite dengan fasilitas mewah, bukan berarti itu menjadi jaminan hunian tersebut baik-baik saja. Sering kali, promosi yang telalu memaksa tidak dibarengi dengan niat baik pengembang menyelesaikan masalah administrasi yang diperlukan.

Hal pertama yang harus diketahui konsumen yakni memasarkan rumah susun, apartemen, kondominium, atau apa pun nama hunian vertikal tersebut, tidak perlu didahului dengan pembangunan. Hal itu diatur dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Pasal 42 Ayat 1. “Pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan.”
Aturan itu membuat pengembang boleh memasarkan dan mempromosikan apartemennya tanpa ada wujud bangunannya. Tentu saja menjadi riskan bagi konsumen membeli barang tanpa ada wujudnya. Untuk itu, di Ayat 2 undang-undang tersebut, disebutkan syarat-syarat bagi pengembang yang akan memasarkan apartemennya sebelum ada pembangunan.
Pengembang setidaknya harus memiliki :
  1. kepastian peruntukan ruang,
  2. kepastian hak atas tanah,
  3. kepastian status penguasaan rumah susun,
  4. perizinan pembangunan rumah susun,
  5. jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin.
Biasanya, sebelum ada pembangunan, petugas pemasaran memberikan penjelasan mengenai spesifikasi bangunan, fasilitas dalam lingkungan apartemen, lokasi apartemen, harga per unit, serta waktu serah terima unit apartemen. Hal-hal tersebut harus disebutkan dalam perjanjian pemesanan jika konsumen tertarik dan menyerahkan sejumlah uang untuk pembayaran booking fee.
Proses jual-beli yang mungkin terjadi kemudian diatur dalam Pasal 43 undang-undang tersebut. Dalam Ayat 1 disebutkan “Proses jual beli sarusun (satuan rumah susun/unit apartemen-red) sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui PPJB (perjanjian pengikatan jual beli-red) yang dibuat di hadapan notaris.”
Namun, proses jual-beli itu bisa terjadi jika pengembang sudah memenuhi syarat sebagaimana disebutkan pada Pasal 43 Ayat 2, yakni:
  1. status kepemilikan tanah,
  2. kepemilikan IMB,
  3. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum,
  4. keterbangunan paling sedikit 20 persen, dan hal yang diperjanjikan.
Masalah kepemilikan tanah dan izin mendirikan bangunan (IMB) juga harus diteliti konsumen. Hal itu disebabkan banyak terjadi penghentian pembangunan oleh pihak berwenang karena masalah kepemilikan tanah dan ketiadaan IMB. Tentu hal itu merugikan konsumen yang sudah membayar sejumlah uang.
Syarat IMB adalah :
Sebelum menjalankan proses pembuatan IMB, setiap pemohon diwajibkan untuk melengkapi beberapa persyaratan IMB, diantaranya adalah foto kopi identitas pemilik, foto kopi SPPT dan Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Berjalan, foto kopi surat kepemilikan tanah,
Dalam hal ini hukum legalitas untuk mendirikan apartement yakni :
Persyaratan / Syarat IMB Bangunan Umum (Non Rumah Tinggal s/d 8 lantai)
Untuk membuat IMB Bangunan Umum Non Rumah Tinggal (s/d 8 lantai) atau apartement pemohon harus melengkapi beberapa syarat mengurus IMB berupa :
yarat administratif untuk mendapatkan IMB terdiri dari:
  • Fotocopy Akte Pendirian Perusahaan,
  • Fotocopy identitas KTP,
  • Fotocopy kartu NPWP,
  • Fotocopy Sertifikat Tanah, legalisir Notaris,
  • Fotocopy dokumen SPT dan PBB terakhir,
  • Rencana Tata Letak Bangunan atau RTLB dari Dinas Tata Ruang,
  • Ketetapan Rencana Kota (KRK) yang didapat dari Dinas Tata Ruang,
  • Fotocopy SIPPT dari Gubernur Provinsi DKI Jakarta, jika luas tanah sebesar 5.000 m2 atau lebih,
  • Gambar Rencana Arsitektur yang sudah ditandatangani Arsitek pemegang SIPTB,
  • Rekomendasi hasil persetujuan TPAK,
  • Hasil Penyelidikan Tanah yang dibuat oleh Konsultan,
  • Perhitungan dan Gambar Rencana Struktur yang ditandatangani oleh Perencana Struktur,
  • Persetujuan Hasil Sidang TPKB, dengan catatan ketinggian bangunan 8 lantai atau lebih,
  • Gambar Rencana Instalasi dan Perlengkapan Bangunan, lengkap dengan tanda tangan Perencana Instalasi dan Perlengkapan Bangunan pemegang SIPTB,
  • Persetujuan Hasil Sidang TPIB, jika luas bangunan 800 m2 atau lebih,
  • Rekomendasi UKL/UPL dari BPLHD jika luas bangunan 2.000 sampai dengan 15.000 m2,
  • Rekomendasi AMDAL jika luas bangunan lebih dari 15.000 m2,
  • Surat Penunjukan Pemborong dan Direksi Pengawas Pelaksanaan Bangunan dari Pemilik atau pemohon,
  • Surat Kuasa Pengurusan dari Pemilik/Pemohon kepada yang mengurus, apabila pengurusan bukan oleh pemilik/pemohon.
Cara Pelaksanaan Pembangunan Apartemen dengan IMB
Tata cara pelaksanaan pembangunan dapat dilakukan dengan proses berikut :
  • Proses pelaksanaan pembangunan apartemen dapat dilakukan setelah IMB diterbitkan.
  • Papan Kuning IMB harus dipasang pada lokasi pembangunan,
  • Pelaksanaan pembangunan harus sesuai dengan dokumen IMB yang telah diterbitkan,
  • JIka ada rencana perubahan atau penambahan, maka harus diajukan PIMB terlebih dahulu,
  • Selama pelaksanaan IMB dokumen salinan atau copy harus berada di lokasi, sebagai pedoman dalam pembangunan dan juga pemeriksaan.

Leave a Comment